Jumat, 29 November 2013

Karya Tulis BBLR


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, semakin bertambah pula permasalahan – permasalahan yang di hadapi dalam bidang kesehatan. Jika di amati dengan baik seharusnya dengan semakin bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan, semakin berkurang pula masalah – masalah kesehatan yang muncul. Tapi kenyataannya berkata lain, yang muncul sekarang terutama di Negara Republik Indonesia ini masalah – masalah kesehatan belum bisa teratasi dengan baik. Dengan contoh, dapat dilihat angka kemataian ibu dan bayi dari tahun ketahun semakin bertambah dengan berbagai peyebab kematian yang berbeda – beda. Salah satunya banyak ibu yang melahirkan dengan BBLR (berat bayi lahir rendah), yang mengakibatkan kematian pada bayi.
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut WHO pada tahun 2011 diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan (WHO, 2011).  Angka kejadian di Indonesia Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 10,5% masih diatas angka rata-rata Thailand 9,6% dan Vietnam 5,2%, (http://kuliahbidan.wordpress.com). Tahun 2011 diketahui bahwa jumlah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Jawa Timur mencapai 3,32% yang diperoleh dari presentase 19.712 dari 594.461 bayi baru lahir yang di timbang, dan angka kematian neonatal dari data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang tertinggi disebabkan karena BBLR yaitu mencapai 38,03% di banding penyebab kematian neonatal lain (Laporan Dinkes Kab. / Kota).
Sebagian besar dari masalah bayi baru lahir adalah sering timbul pada periode perinatal. Masalah-masalah ini bukan hanya bisa menyebabkan kematian, tetapi juga besarnya angka kecacatan dan angka penyakit. (WHO, 1996).
BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (2499 gram). (Abdul Bari Saifuddin, 2001). Dahulu dengan neonatus yang berat badan lahir kurang dari 2500 gram ataupun dengan lahir 2500 gram disebut dengan premature. Pada tahun 1964 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants (BBLR). (Yushananta, 2001)
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004).
Kini telah banyak digunakan oleh Negara – Negara berkembang di dunia, dalam menangani masalah BBLR yaitu menggunakan metode kangguru. Metode kangguru ini sendiri adalah Menurut Paranesia (2005) adalah” cara merawat bayi dalam keadaan telanjang (hanya memakai popok dan topi) di letakkan secara tegak/vertikal di dada antara kedua payudara ibu, sehingga terjadi kontak kulit bayi dengan kulit ibu secara kontinyu dan bayi memperoleh panas sesuai suhu ibunya melalui proses konduksi”.
  Metode ini lebih membuktikan dalam meningkatkan berat badan BBLR dari pada menggunakan incubator pada BBLR. Caranyapun mudah dilakukan oleh masyarakat, bisa di lakukan di rumah sakit ataupun di rumah..
Seorang bayi yang lahir prematur, umumnya akan diletakkan ke dalam inkobator agar suhu tubuhnya tetap normal serta diberi bantuan oksigen untuk pernafasan. Selain inkubator suhu tubuh bayi dapat dipertahankan kehangatannya dengan metode kanguru. Dulu metode ini dianggap hanya untuk orang miskin karena kalau orang kaya diletakkan di inkubator, tapi berdasarkan pengalaman, hasilnya malah lebih efektif metode kanguru (Rahmi, 2008).
Setelah beberapa penelitian dilakukan membuktikan bahwa metode kangguru ini banyak manfaatnya, diantaranya adalah :
1.         Menstabilkan suhu tubuh, denyut jantung, dan pernapasan bayi
2.         Meningkatkan hubungan emosi ibu-anak
3.         Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi lebih baik lagi
4.         Bayi menjadi tidak berlama-lama menangis
5.         Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi
6.         Meningkatkan produksi ASI
7.         Menurunkan resiko infeksi selama dalam perawatan di rumah sakit
8.         Mempersingkat masa rawat di rumah sakit

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dengan semakin bertambahnya angka kematian pada bayi dengan BBLR di dunia maupun di Indonesia dan kini telah muncul metode yang lebih mudah untuk dilakukan baik oleh ibu ataupun rumah sakit yaitu metode kanguru, maka rumusan masalah pada studi kasus ini adalah “bagaimana penerapan metode kangguru dalam mengatasi BBLR”.

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.         Tujuan Umum
Dibuktikannya  metode kangguru untuk mengatasi masalah suhu tubuh pada bayi BBLR.
2.         Tujuan Khusus
Diketahuinya definisi BBLR, Penyebab dari BBLR, epidemiologi dari BBLR, dan cara perawatan BBLR dengan metode kanguru beserta manfaatnya.

D.      Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari hasil penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.         Untuk mengetahui tentang perkembangan manfaat metode kanguru dalam mata kuliah maternitas. \
2.         Untuk ibu yang mempunyai BBLR ataupun ibu yang masih mengandung dapat mengetahui cara yang lebih mudah yang dapat digunakan bila terjadi BBLR.
3.         Bagi tenaga kesehatan, dan sarana – sarana kesehatan yang ada metode kangguru ini adalah metode yang paling mudah digunakan selain incubator.

Rabu, 04 September 2013

INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT


Apakah Kanker Itu ?
·     Kanker aralah pertumbuhan sel yang tidak normal / terus enerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ketempat yang jauh dari asalnya yang disebut metastasis
  
Kanker Leher Rahim
Jenis kanker yang paling banyak terjadi pada perempuan. Terdapat paling banyak pada perempuan berusia 31-60 tahun. Banyak menyebabkan kematian karena terlambat ditemukan & diobati. 

Gejala Kanker Leher Rahim
1. Tahap awal tanpa gejala,tidak sakit
2. Tahap lanjut :
a. Keputihan yang berbau
b. Pendarahan dari liang senggama
c. Pendarahan setelah senggama
d. Nyeri panggul
e. Pendarahan pasca menopause

Faktor risiko kanker leher rahim :
a. Hubungan seksual pada usia muda
b. Berganti-ganti pasangan seksual
c. Kurang menjaga kebersihan daerah kelamin
d. Sering menderita infeksi daerah kelamin
e. Anak lebih dari tiga
f. Kebiasaan merokok
g. Infeksi virus Herpes dan Human Papilloma Virus tipe tertentu

Dengan begitu banyaknya angka kejadian kanker serviks, sepatutnya bidan sebagai tenaga kesehatan terdepan dalam kesehatan wanita, ikut serta dalam menurunkan angka kejadian kanker serviks dengan metode yang sederhana yaitu IVA tes.

 Metode skrining IVA mempunyai kelebihan, diantaranya..
1. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
2. Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
3. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
4. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
5. Alat-alat yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sangat sederhana.
6. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana

Kamis, 29 Agustus 2013

Terapi Relaksasi Autogenik

A.    Pengertian Teknik Relaksasi Autogenik
Relaksasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang merasakan bebas mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi bertujuan agar individu dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa ketegangan dan stres yang membuat individu merasa dalam kondisi yang tidak nyaman (Potter & Perry, 2005). Relaksasi psikologis yang mendalam memiliki manfaat bagi kesehatan yang memungkinkan tubuh menyalurkan energi untuk perbaikan dan pemulihan, serta memberikan kelonggaran bagi ketegangan akibat pola-pola kebiasaan (Goldbert, 2007).
Autogenik memiliki makna pengaturan sendiri. Autogenik merupakan salah satu contoh dari teknik relaksasi yang berdasarkan konsentrasi pasif dengan menggunakan persepsi tubuh (misalnya, tangan merasa hangat dan berat) yang difasilitasi oleh sugesti diri sendiri (Stetter, 2002). Menurut Aryanti (2007) dalam Pratiwi (2012), relaksasi autogenik merupakan relaksasi yang bersumber dari diri sendiri dengan menggunakan kata-kata atau kalimat pendek yang bisa membuat pikiran menjadi tenang. Widyastuti (2004) menambahkan bahwa relaksasi autogenik membantu individu untuk dapat mengendalikan beberapa fungsi tubuh seperti tekanan darah, frekuensi jantung dan aliran darah. Luthe (1969) dalam Kang et al (2009) mendefinisikan relaksasi autogenik sebagai teknik atau usaha yang disengaja diarahkan pada kehidupan individu baik psikologis maupun somatik menyebabkan perubahan dalam kesadaran melalui autosugesti sehingga tercapailah keadaan rileks.

B.     Manfaat Teknik Relaksasi Autogenik
Menurut Pratiwi (2012), seseorang dikatakan sedang dalam keadaan baik atau tidak, bisa ditentukan oleh perubahan kondisi yang semula tegang menjadi rileks. Kondisi psikologis individu akan tampak pada saat individu mengalami tekanan baik bersifat fisik maupun mental. Potter & Perry (2005) mengatakan bahwa setiap individu memiliki respon yang berbeda terhadap tekanan, tekanan dapat berimbas buruk pada respon fisik, psikologis serta kehidupan sosial seorang individu.
Teknik relaksasi dikatakan efektif apabila setiap individu dapat merasakan perubahan pada respon fisiologis tubuh seperti penurunan tekanan darah, penurunan ketegangan otot, denyut nadi menurun, perubahan kadar lemak dalam tubuh, serta penurunan proses inflamasi. Teknik relaksasi memiliki manfaat bagi pikiran kita, salah satunya untuk meningkatkan gelombang alfa (α) di otak sehingga tercapailah keadaan rileks, peningkatan konsentrasi serta peningkatan rasa bugar dalam tubuh (Potter & Perry, 2005).
Teknik relaksasi autogenik mengacu pada konsep baru. Selama ini, fungsi-fungsi tubuh yang spesifik dianggap berjalan secara terpisah dari pikiran yang tertuju pada diri sendiri. Teknik relaksasi ini membantu individu dalam mengalihkan secara sadar perintah dari diri individu tersebut. Hal ini dapat membantu melawan efek akibat stres yang berbahaya bagi tubuh. Teknik relaksasi autogenik memiliki ide dasar yakni untuk mempelajari cara mengalihkan pikiran berdasarkan anjuran sehingga individu dapat menyingkirkan respon stres yang mengganggu pikiran (Widyastuti, 2004).

C.    Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenik Bagi Tubuh
Dalam relaksasi autogenik, hal yang menjadi anjuran pokok adalah penyerahan pada diri sendiri sehingga memungkinkan berbagai daerah di dalam tubuh (lengan, tangan, tungkai dan kaki) menjadi hangat dan berat. Sensasi hangat dan berat ini disebabkan oleh peralihan aliran darah (dari pusat tubuh ke daerah tubuh yang diinginkan), yang bertindak seperti pesan internal, menyejukkan dan merelaksasikan otot-otot di sekitarnya (Widyastuti, 2004).
Relaksasi autogenik akan membantu tubuh untuk membawa perintah melalui autosugesti untuk rileks sehingga dapat mengendalikan pernafasan, tekanan darah, denyut jantung serta suhu tubuh. Imajinasi visual dan mantra-mantra verbal yang membuat tubuh merasa hangat, berat dan santai merupakan standar latihan relaksasi autogenik (Varvogli, 2011). Sensasi tenang, ringan dan hangat yang menyebar ke seluruh tubuh merupakan efek yang bisa dirasakan dari relaksasi autogenik. Tubuh merasakan kehangatan, merupakan akibat dari arteri perifer yang mengalami vasodilatasi, sedangkan ketegangan otot tubuh yang menurun mengakibatkan munculnya sensasi ringan. Perubahan33 perubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek menenangkan yang ditimbulkan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi dominan simpatis menjadi dominan sistem parasimpatis (Oberg, 2009).

D.    Tahapan Kerja Teknik Relaksasi Autogenik
Menurut Widyastuti (2004) dalam Pratiwi (2012), teknik relaksasi autogenik menggunakan konsep “konsentrasi pasif” pada daerah tertentu di tubuh tiap individu. Praktisi teknik relaksasi autogenik mengulangi ungkapan kepada diri sendiri seperti ungkapan kehangatan, ungkapan lamunan maupun ungkapan pengaktifan. Ungkapan kehangatan yang dipakai dalam relaksasi ini seperti “aku merasa hening, kedua tanganku, lenganku terasa hangat dan berat”. Ungkapan lamunan yang digunakan pada teknik relaksasi ini seperti “jauh di dalam pikiranku, aku merasakan kedamaian dan keheningan yang menenangkan”. Ungkapan pengaktifan yang dapat digunakan dalam relaksasi autogenik seperti “ aku merasa kehidupan dan energi mengalir melalui dada, kedua lengan, dan kedua tanganku”
Hadibroto (2006) menyatakan latihan-latihan untuk menghadirkan relaksasi pasif di seluruh bagian tubuh yang dibagi menjadi enam tahap merupakan program teknik relaksasi autogenik. Enam tahap autogenik terdiri dari yaitu merasa berat diseluruh anggota tubuh, merasa hangat ditangan dan kaki, menenangkan denyut jantung, mengatur pernafasan, menghangatkan daerah sekitar jantung, serta mendinginkan dahi. menyatakan Menurut Hadibroto (2006), Widyastuti (2004) dan Siswantoyo (2008) berikut akan dipaparkan langkah-langkah dari teknik relaksasi autogenik yaitu :
  • Mengatur posisi tubuh, posisi berbaring maupun bersandar ditempat duduk merupakan posisi tubuh terbaik saat melakukan teknik relaksasi autogenik. Sebaiknya individu berbaring di karpet atau di tempat tidur, kedua tangan di samping tubuh, telapak tangan menghadap ke atas, tungkai lurus sehingga tumit dapat menapak di permukaan lantai. Bantal yang tipis dapat diletakkan di bawah kepala atau lutut untuk menyangga, asalkan tubuh tetap nyaman dan posisi tubuh tetap lurus. Apabila posisi berbaring tidak mungkin untuk dilakukan, posisi dapat diubah menjadi bersandar/duduk tegak pada kursi. Saat duduk jaga agar kepala tetap sejajar dengan tubuh dan letakkan kedua tangan di pangkuan atau di sandaran kursi. Calon penerima terapi harus melepaskan jam tangan, cincin, kalung dan perhiasan yang mengikat lainnya serta longgarkan pakaian yang ketat.
  • Konsentrasi dan kewaspadaan, pernapasan dalam sambil dihitung 1 hingga 7 dilakukan guna meyakinkan. Gerakan ini dilakukan sebanyak 6 kali. Selanjutnya adalah tarikan dan hembusan napas dengan hitungan 1 hingga 9, yang dilakukan sebanyak 6 kali. Ketika menghembuskan napas perlu dirasakan kondisi yang semakin rileks dan seolah-olah tenggelam dalam ketenangan. Latihan ini diulangi 3 kali sehingga mendapatkan konsentrasi yang lebih baik dengan memfokuskan pikiran pada pernafasan serta mengabaikan distraktor yang lain. Fokus pada pernafasan dilakukan dengan cara memfokuskan pandangan pada titik imajiner yang berada pada 2 inci (+ 2,5 cm) dari lubang hidung. Latihan ini mempertahankan kondisi secara pasif untuk tetap berkonsentrasi dan nafas dihembuskan melewati titik tersebut. Selama latihan tetap mempertahankan irama nafas untuk tetap tenang, dan selalu menggunakan pernafasan perut. Sasaran utama mempertahankan pikiran terfokus pada pernafasan.
  • Ada lima langkah dalam relaksasi autogenik yaitu perasaan berat, perasaan hangat, ketenangan dan kehangatan pada jantung, perasaan dingin di dahi, dan ketenangan pernafasan. Langkah relaksasi dengan menggunakan basic six dan fokus pada pernapasan dilakukan selama ± 10 menit. Kemudian setelah latihan nafas dilanjutkan dengan pengalihan kepada kalimat “mantra” saya merasa tenang dan nyaman berada di sini. Responden disugestikan untuk memasukan kalimat tersebut ke dalam pikirannya dan diintruksikan supaya tenggelam dalam ketenangan ketika mendengar kalimat tersebut. Akhir dari relaksasi autogenik responden merasakan hangat, berat, dingin dan tenang. Tahap akhir dari relaksasi ini responden diharapkan mempertahankan posisi dan mencoba menempatkan perasaan rileks ini ke dalam memori sehingga relaksasi autogenik dapat diingat saat merasa nyeri.
Menurut Pratiwi (2012), sebuah review meta-analisis Stetter (2002) dari 60 pelajar dari 35 negara, ditemukan efek besar pada perbandingan untuk pre dan post intervensi teknik relaksasi autogenik, efek menengah terhadap kelompok kontrol, dan tidak ada efek bila dibandingkan dengan terapi psikologis yang lain. Relaksasi autogenik efektif dilakukan selama 20 menit dan relaksasi autogenik dapat dijadikan sebagai sumber ketenangan selama sehari (Kanji, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyawati (2010), relaksasi autogenik yang dilakukan sebanyak 3 kali memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tekanan darah dan kadar gula darah pada klien diabetes melitus tipe 2 dengan hipertensi.


Referensi :

Senin, 25 Februari 2013

PANTANG MAKANAN DI MASA NIFAS


Pantang Makanan Pada Ibu Nifas
  • Pantang Makanan adalah bahan makanan atau masakan yang tidak boleh dimakan oleh para individu dalam masyarakat karena alasan yang bersifat budaya. Adat menantang tersebut diajarkan secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu yang menjalankan tidak terlalu paham atau yakin dari alasan menantang makanan yang bersangkutan (Swasono, 2004). Tarak atau pantangan makanan adalah kebiasaan, budaya atau anjuran yang tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu misalnya sayuran, buah, ikan dan biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya yang dapat mempengaruhi produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi (Iskandar, 2006)
  • Pantang atau tabu ialah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya. Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan magis, yaitu adanya kekuatan super power yang berbau mistik yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan tersebut. Pada kenyataannya hukuman ini tidak selalu terjadi. Pantangan merupakan sesuatu yang diwariskan dari leluhur melalui orangtua, terus ke generasi-generasi di bawahnya. Hal ini menyebabkan orang tidak tau lagi kapan suatu pantangan atau tabu makanan dimulai dan apa sebabnya. Seringkali nilai sosial ini tidak sesuai dengan nilai gizi makanan (Baumali dan Nurhikmah, 2009).

JENIS PANTANG MAKANAN (Swasono, 2004)
  1. Bermacam-macam ikan seperti ikan mujair, udang, ikan belanak, ikan lele, ikan basah karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi sakit
  2. Ibu melahirkan pantang makan telur karena akan mempersulit penyembuhan luka dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika ibu alergi dengan telur maka makanan pengganti yang dianjurkan adalah tahu, tempe dsb
  3. Buah-buahan seperti pepaya, mangga, semua jenis pisang, semua jenis buah-buahan yang asam atau kecut seperti jeruk, cerme, jambu air, karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi bengkak dan cepat hamil kembali
  4. Semua jenis makanan yang licin antara lain daun talas, daun kangkung, daun genjer, daun kacang, daun seraung, semua jenis makanan yang pedas tidak boleh dimakan karena dianggap akan mengakibatkan kemaluan menjadi licin
  5. Semua jenis buah-buahan yang bentuknya bulat, seperti nangka, durian, kluih, talas, ubi, waluh, duku dan kentang karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi gendut seperti orang hamil
  6. Jenis makanan yang dipantang adalah roti, kue apem, makanan yang mengandung cuka, ketupat dan makanan yang ditusuk seperti sate dengan alasan bahwa semuanya dianggap akan menyebabkan perut menjadi besar.
  7. Hanya boleh makan lalapan pucuk daun tertentu, nasi, sambel oncom dan kunyit bakar. Kunyit bakar sangat dianjurkan agar alat reproduksi cepat kembali pulih dan sepet.
  8. Hindari makan makanan yang berserat seperti agar-agar, sayur dan buah karena makanan berserat hanya akan memperpanjang masa diare. Makanan berserat hanya baik untuk penderita susah buang air besar.
  9. Ibu nifas minum abu dari dapur dicampur air, disaring, dicampur garam dan asam diminumkan supaya ASI banyak.
  • Hal ini tidak benar karena abu, garam dan asam tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ibu menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya.

POLA MAKAN YANG SEHAT SELAMA MASA NIFAS
  • Petunjuk pola makan yang sehat adalah makanan yang dikonsumsi memiliki jumlah kalori dan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, serat dan air. Selain itu, pola makan harus diatur secara rasional, yaitu 3 kali sehari (pagi,siang dan malam). Selain makanan utama ibu nifas harus mengkonsumsi cemilan dan jus buah-buahan sebagai makanan selingan (Krisnatuti, 2005).
  • Ibu nifas hendaknya mengusahakan mengkonsumsi daging khususnya daging sapi agar penurunana berat badan berjalan lebih cepat. Dan produksi ASI tetap lancar, karena daging sapi memiliki banyak serat yag dapat memperlancar buang air besar. Sehingga tanpa diet ibu tetap memiliki badan yang ideal. Selain itu sayur dan buah pun juga mengandung banyak serat yang dapat memperlancar air besar pula (Iping, 2005).
  • Oleh karena itu, pola makan dengan menu seimbang sangat dianjurkan yang mana menu seimbang terdiri dari jumlah kalori serta zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, serat dan air. Sebagai contoh makanan yang terdiri dari nasi, ikan, sayur bayam, apel dan susu. Sedangkan jenis makanan yang sebaiknya dihindari oleh ibu nifas diantaranya adalah makanan yang mengandung zat aditif atau bahan pengawet makanan yang berkalori tinggi, daging atau makanan yang tidak diolah dengan sempurna serta makanan yang merangsang seperti makanan pedas (Krisnatuti, 2005).

FAKTOR-FAKTOR MELAKUKAN PANTANG MAKAN
  • Masih banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang makanan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1.Faktor predisposisi yang meliputi:
a.Pengetahuan
  • Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang hanya setengah justru lebih berbahaya daripada tidak tahu sama sekali, kendati demikian ketidaktahuan bukan berarti tidak berbahaya (Paath, 2005).
b.Pendidikan
  • Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, kelompok orang dengan pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan sumber protein dan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan zat gizi lain. Pendidikan merupakan jalur yang ditempuh untuk mendapatkan informasi. Informasi memberikan pengaruh besar terhadap perilaku ibu nifas. Apabila ibu nifas diberikan informasi tentang bahaya pantang makanan dengan jelas, benar dan komprehensif termasuk akibatnya maka ibu nifas tidak akan mudah terpengaruh atau mencoba melakukan pantanng makanan (Paath, 2005).
c.Pengalaman
  • Pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan tindakan sesorang dalam melakukan sesuatu hal. Adanya pengalaman melahirkan dan menjalani masa nifas maka ibu akan mempunyai perilaku yang mengacu pada pengalaman yang telah dialami sebelumnya. Misalnya ibu nifas yang dahulunya mengalami masalah baik pada dirinya dan bayinya karena pantang makanan maka ibu nifas tidak akan melakukan pantang makanan kembali pada masa nifas berikutnya (Paath, 2005).
d.Pekerjaan
  • Pekerjaan merupakan suatu usaha dalam memporelh imbalan yaitu uang. Suami yang bekerja akan mendukung ibu dalam memenuhi kebutuhan masa nifas yang mengandung banyak zat gizi, sedangkan sebaliknya ibu yang bekerja menyebabkan ibu kurang mempunyai kesempatan untuk bertukar informasi khususnya dengan rekan kerja tentang pantang makanan. Ibu yang bekerja lebih mementingkan pekerjaanya dibandingkan mementingkan kebutuhan nutrisi dan gizi pada masa nifas. Hal ini berbeda dengan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dimana ibu lebih banyak memiliki waktu luang dirumah sehingga ibu mudah untuk mendapatkan atau mencari informasi khususnya tentang dampak melakukan pantang makanan pada ibu nifas (Paath, 2005).
e.Ekonomi
  • Ketidakmampuan masyarakat dalam menyediakan makanan yang bergizi bagi ibu nifas menyebabkan penerimaan tradisi berpantang makanan bagi ibu nifas dapat diterima dengan mudah. Status ekonomi merupakan simbol status sosial di masyarakat. Pendapatan yang tinggi menunjukan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi faedah zat gizi untuk ibu hamil. Sedangkan kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong ibu nifas untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan kesehatan (Paath, 2005).
f.Budaya
  • Menjalankan ritual yang menyatakan tentang hubungan, kekuatan, dan keyakinan. Derajat keyakinan. Derajat keyakinan budayaa khusus dan perilaku yang ada dalam kehidupan keluarga dfikaitkan dengan lama waktu kieluarga tersebut ada di dalam syatu komunitas, komposisi komunitas, dan jarak geografik, serta bersifat sementara dari keluarga besar dan komunitaas asal. Lingkungan sangat mempengaruhi, khususnya di pedesaan yang mana masih melekatnya budaya tarak dari nenek moyang. Dan sangat berpengaruh besar terhadap prilaku ibu pada masa nifas. Adapun keadaan keluarga yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu orang tua yang masih percaya dengan budaya tarak yang memang sudah turun temurun dari nenek moyang. Pada kalangan yang luas terutama pada suku jawa, diyakini bahwa mengkonsumsi makanan berprotein tinggi dapat memicu terjadinya infeksi, pada luka perineum maupun pada kulit bayi akibatnya seringkali masyarakat mewajibkan pada ibu nifas untuk menghindari makan telur atau ikan laut (Paath, 2005).

2.Pendukung pantang makan pada ibu nifas yakni dikarenakan terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak bersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana – sarana kesehatan. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban(Paath, 2005).

3.Pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok retefensi dari perilaku masyarakat (Paath, 2005).

PERILAKU MAKAN PADA IBU NIFAS
  • Perilaku makan ibu nifas secara kualitatif dapat diketahui dari frekuensi, jenis, dan porsi makan ibu selama menyusui bayinya. Frekuensi makan ibu nifas yang dianjurkan yaitu makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam) dan sesuai dengan porsinya. Sedangkan jenis makanan yang dianjurkan adalah semua makanan yang mengandung semua unsur utama dalam tubuh terutama karbohidrat, protein, dan lemak yang mana dikonsumsi secara seimbang dan tidak berlebihan dengan porsi makan 2 kali porsi makan waktu hamil. Ibu menyusui diwajibkan menambah konsumsi protein hewani hingga 1,5 kali dengan jumlah normal (Krisnatuti, 2005).

ALASAN BUDAYA TARAK DI MASYARAKAT
  • Adanya pantangan makanan merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 2005).
  • Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyaiakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis/kesehatan (Fatma, 2005).
REFERENSI :

  • Fatma, (2005). Pantang Makanan di Masa Nifas. http://webcache.googleuser content.com/search?q=cache:onou0ka62UcJ:ml.scribd.com/doc/96650937/Pantang-makanan-di-masa-nifas+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&client= firefox-aB
  • Iping, S. (2004). Cara Mutakhir Untuk Langsing dan Sehat. Jakarta : Puspa Swara.
  • Iskandar, (2006). Kehamilan Sehat & Mengatur Jenis Kelamin Anak.  Yogyakarta: Andi plubisher
  • Krisnatuti D, Yenrina R. (2005). Perencanaan Menu Bagi Ibu Nifas. Jakarta: Trubus Agriwidya.
  • Paath E, Rumdasih Y. dan Heryati (2005). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. EGC : Jakarta.
  • Reddy, (2005). Pantang Makanan di Masa Nifas. http://webcache.googleuser content.com/search?q=cache:onou0ka62UcJ:ml.scribd.com/doc/96650937/Pantang-makanan-di-masa-nifas+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&client= firefox-a
  • Swasono, Meutia. (2004). Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu Dan Bayi Dalam Konteks Budaya. Jakarta: UI-Press